KABUPATEN Magelang dikenal dengan udaranya yang cukup sejuk, karena secara geografis terletak di cekungan sejumlah rangkaian pegunungan. Kondisi ini merupakan keuntungan, terlebih potensi wisatanya, yang jika dikelola dengan baik bisa dipakai sebagai sarana meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Sebenarnya cukup banyak potensi wisata di kabupaten ini. Hanya saja, masih banyak yang kurang mendapat perhatian sehingga menimbulkan keprihatinan. Salah satu yang menggelitik penulis adalah objek wisata Pemandian Kalibening di Desa Payaman, yaitu di jalur Magelang-Semarang.
Perenungan penulis sebagai warga diawali dari sederet pertanyaan. Pertama, dapatkah Kabupaten Magelang mempunyai waterboom seperti di Ocean Park, Water Adventure, Lippo Cikarang (Jakarta), Ciputra Waterpark (Surabaya), dan Kuta (Bali)? Bahkan kabupaten tetangga, Purbalingga, sudah memilikinya (Owabong) dan sanggup menarik wisawatan cukup banyak.
Kedua, bisakah Kabupaten Magelang memiliki sebuah pusat kegiatan olahraga dan seni? Ketiga, bisakah Kabupaten Magelang memiliki sebuah tempat yang bisa digunakan untuk kegiatan ilmiah sekaligus tempat rekreasi?
Dalam lamunan penulis, sederet pertanyaan itu dapat terwujud di tempat yang bernama Kalibening. Berikut beberapa pemikiran penulis, sekadar urun rembug kepada Pemkab Magelang.
Kalibening Waterboom
Kalibening Waterboom? Mengapa tidak? Kita bisa memiliki waterboom, dengan sedikit memoles Kalibening. Toh beberapa kolam renang sudah tersedia, baik untuk anak-anak, dewasa, bahkan yang VIP.
Dengan sedikit sentuhan, seperti penggantian keramik (karena ada beberapa yang lepas hingga dapat melukai kulit), pengecatan ulang hingga penambahan tempat meluncur, satu poin sudah dapat menambah kecantikannya.
Apalagi jika beberapa model permainan disajikan. Guna memunculkan kesan Kabupaten Magelang, berbagai atribut candi bisa ditampilkan. Misalnya ketika akan memasuki arena luncur, pengunjung terlebih dulu memasuki replika candi, baru kemudian keluar, meluncur dan akhirnya masuk kolam.
Bahkan pintu gerbang, tempat para pengunjung membeli karcis masuk, nuansa Magelang sudah dapat disajikan. Nilai tambah yang tidak dimiliki kolam renang lainnya adalah bahwa sumber air Kalibening benar-benar keluar sebagai sungai, sehingga kesegarannya lebih ’’OK’’ karena tanpa kaporit.
Bukan hanya para perenang dadakan yang datang berkunjung, para atlet renang pun bisa berlatih lebih baik sehingga dapat menorehkan prestasi yang lebih baik demi keharuman Kota Magelang.
Untuk lahan di bagian atas kolam, bisa disediakan wall climbing bagi para pecinta panjat tebing. Bahkan lapangan tenis juga tersedia. Pemkab Magelang bisa mengadakan ’’catur lomba’’ yang meliputi tenis, jalan, renang, dan panjat tebing.
Kubro Siswa, Badui, dan Jathilan adalah kesenian khas Magelang. Alangkah indah andai di lokasi kolam renang tersedia panggung yang rutin menampilkan aneka kesenian khas ini. Panggung juga bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan musik (banyak lho seniman musik di Magelang), atau sesekali pameran lukisan dan patung.
Seorang sesepuh di kabupaten ini pernah terlibat dalam obrolan santai dengan penulis. Di era 1970-an, Pemkab Magelang pernah mendatangkan artis ngetop saat itu, Waljinah. Pemkab memperoleh pemasukan Rp 1,25 juta untuk sekali pertunjukan. Saat itu, harga mobil pikap hanya Rp 1 juta.
Tidak kalah penting adalah ketika kita menengokkan kepala ke sisi kiri pintu masuk. Ada serangkaian bangunan pesanggrahan yang bisa dimanfaatkan untuk penginapan.
Bangunan ini juga bisa digunakan untuk menggelar kegiatan seminar, pelatihan, kegiatan ilmiah, dan lain-lain.
Dulu ada ilmuwan Belanda yang mendampingi Dr Joko Mulyanto (putera asli Magelang) melakukan research tentang penyakit gondok. Dia menginap di pesanggrahan Kalibening, yang menghasilkan obat gondok bagi masyarakat di sekitar lereng Merapi.
Lapangan Kerja Baru
Kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pembenahan pemandian Kalibening dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan. Pertama, tersedianya kios makanan khas dan kios cenderamata.
Selama ini makanan yang dijajakan di kios halaman parkir tidak menunjukkan kekhasan Magelang. Begitu pula dengan cenderamata. Ini karena pengunjungnya adalah wisatawan lokal, yaitu dari sekitar Payaman dan Secang. Bahkan tidak semuanya ingin berenang di Kalibening, mengingat banyak tempat yang menyediakan kolam renang dengan fasilitas baik.
Kedua, apabila Kalibening sudah siap untuk ’’go national’’, kehidupan transportasi pasti makin ramai. Sopir angkot dan tukang ojek kebanjiran rezeki. Begitu pula para petugas parkir, petugas kebersihan, dan lain-lain. Sekali lagi, hal ini dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar. Ketiga, harga tanah di sepanjang jalan menuju lokasi akan meningkat.
Untuk mewujudkan mimpi tersebut pasti diperlukan dana yang tidak sedikit. Penulis yakin, Pemkab akan bijaksana menyikapi hal ini.
Bukankah salah satu tujuan pemerintah adalah mewujudkan kesejahteraan umum?
Ini bukanlah sesuatu yang sulit. Dana bisa saja berasal dari anggaran murni Pemkab. Jika belum memungkinkan, bisa juga menggandeng investor. Mung-kin income yang diterima Pem-kab tidaklah besar, namun renovasi Kalibening dapat memberi nilai tambah yang luar biasa bagi masyarakat.
Misalnya kesempatan pe-ngembangan bagi para atlet, seniman, perluasan kesempatan kerja, kebanggaan mempunyai waterboom, dan kenaikan harga tanah. Jadi, ada multimanfaat yang bisa diraih. Kalau perlu, perluasan ke arah barat hingga tembus Kali Progo.
Potensi ini memang bukan satu-satunya yang dimiliki Ka-bupaten Megelang. Namun ka-lau kita mampu mengubah potensi menjadi sesuatu yang riil, why not? (32)
– Dyah Adriantini Sintha Dewi SH, MM, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang.
Saturday, February 5, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment